Dulu aku hanya gigi biasa. Mungkin gigi sulung. Atau mungkin gigi geraham yang kesakitan karena lubang. Yang jelas, aku pernah menjadi bagian dari senyum seseorang. Hingga suatu hari, aku dicabut. Bukan oleh dokter gigi, bukan pula dengan anestesi yang manusiawi. Tapi pakai tangan---dengan paksa, dibungkus tisu toilet, lalu dibuang di taman belakang rumah kontrakan.
Aku pikir perjalananku selesai. Tapi ternyata hidup (dan mati) manusia tak semudah itu.
Gigi yang Tak Pernah Mati
Dalam dunia forensik, aku adalah bukti abadi. Tulang bisa hancur, sidik jari bisa hilang, wajah bisa rusak. Tapi gigi? Kami bisa bertahan bahkan setelah dibakar, dibenamkan, atau dikubur bersama puing-puing kenangan.
Jadi, ketika pemilikku tiba-tiba hilang dalam kasus yang mencurigakan, dan polisi menemukan gigi yang dicabut itu di taman, akulah titik terang dalam misteri gelap itu. Analisis DNA dari sel-sel di rongga akarku masih menyimpan identitasnya. Tambalan resin tahun 2014 juga masih utuh, lengkap dengan karakter khas yang tercatat dalam rekam medisnya.
Odontogram, Sang Arsip Abadi
Salah satu yang membuatku "bicara" bukanlah kemampuan berbicara secara literal. Tapi karena dulu pemilikku pernah berkunjung ke dokter gigi yang rajin mencatat.
Catatan itu---disebut odontogram---memuat posisiku, bentukku, hingga jenis tambalan yang menempel padaku. Jika gigi bisa punya KTP, maka odontogram adalah formulir pendaftarannya.
Dan hari ini, dalam sidang pengadilan, aku bukan lagi sekadar gigi copot. Aku adalah saksi bisu yang menyampaikan banyak hal.
Gigi Sebagai Bukti dalam Kasus Forensik
Menurut Manual of Forensic Odontology (Weems & Senn, 2013), gigi manusia sering menjadi sumber identifikasi utama ketika tubuh telah mengalami disintegrasi parah. Di sinilah peran dokter gigi forensik menjadi krusial. Mereka membaca "jejak hidup" dalam rongga-rongga kecil dan rekam medis yang (semoga) tercatat rapi.
Bahkan panduan dari PDGI dan Kemenkes RI (Panduan Rekam Medis Kedokteran Gigi, 2015) menegaskan pentingnya pencatatan odontogram sebagai bagian dari kewajiban hukum dokter gigi.
Edukasi Penting: Jangan Abaikan Gigi Copot
Seringkali pasien mencabut gigi sendiri, lalu membuangnya seolah itu benda tak berguna. Padahal, jika terjadi kasus kehilangan atau kematian tak wajar, gigi itu bisa menjadi satu-satunya bukti yang menyelamatkan identitas.
Jadi, jika hari ini Anda merasa ingin mencabut gigi karena sakit... tunggu dulu. Datanglah ke dokter gigi, bukan hanya demi kenyamanan, tapi demi masa depan identitas Anda juga.
Seandainya bisa, aku ingin membuat podcast. Judulnya: "Suara Akar yang Terluka." Episode pertamanya tentu tentang hari aku dicabut paksa. Episode keduanya? Tentang jaksa yang membawa aku ke pengadilan sebagai bukti primer.
Dan siapa tahu, di episode ketiga, aku menjadi tamu kehormatan dalam seminar forensik---dipamerkan sebagai contoh betapa satu gigi saja bisa mengungkap tabir kebenaran.
Kawan, jangan anggap remeh gigi yang copot. Kami mungkin kecil, keras kepala, dan kadang berlubang. Tapi kami adalah saksi kehidupan.
Dan kadang, kami juga menjadi saksi kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar