Rabu, 16 Oktober 2024

Pemimpin Pikun, Buta Sejarah

 


KONTESTASI demokrasi telah tiba. Aneka macam calon Kepala Daerah mulai diajukan partai politik, dan juga masyarakat melalui jalur independen (non parpol). Dalam situasi yang bersamaan masyarakat diminta untuk cermat. Jangan gegabah. Perlu lebih selektif lagi. 


Masyarakat jangan sampai salah memilih pemimpinnya. Masa depan daerah akan dipertaruhkan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Sebab, Pilkada Serentak bukan rutinitas. Bukan pula formalitas. Ini hajatan penting dan bersejarah.


Bagaimana menentukan nasib masyarakat. Meletakkan posisi kesejarahan dan pembangunan daerah. Pokoknya tidak mudah. Itu artinya, masyarakat juga mesti punya standar ukuran dan akal yang sehat untuk menaruh kepada figur mana yang harapan luhur mereka disematkan.


Proses demokrasi bukan pula sesuatu yang semu, penuh kamuflase, lalu dihiasi dengan praktek anomali-anomali politik. Sumbatan demokrasi perlu dibersihkan. Agar masyarakat tidak tertipu. Hak berdaulat yang dipunyai masyarakat tidak boleh disia-siakan.

Tidak boleh pula dipertukarkan dengan materi apapun. Karena sesungguhnya kedaulatan itulah satu-satunya kemewahan masyarakat. Ketika sekali saja mau dibarter disitulah kehancuran dan bencana akan datang. Kedaulatan masyarakat tak boleh digadai, atau diberikan pada politisi yang inkonsisten dan sekadar punya pretensi.


Masyarakat harus memilih pemimpin yang tepat. Hindari memilih pemimpin yang tercerabut dari akar sejarahnya. Jauhi pemimpin yang rapuh secara historis dan sosial. Pemimpin yang tidak berakar-urat dengan sejarah terdahulu, sudah pasti nir akhlak dan mendatangkan petaka.


Kenali narasi besar calon pemimpin, rekam jejaknya, komitmen perjuangannya untuk masyarakat. Jangan sekali-kali memilih karena uang, tekanan, dan bujuk rayu politisi atau siapapun. Selamat menyongsong Hari Raya Demokrasi 27 November 2024. Mulailah untuk berfikir sehat. Sejarah tak boleh diabaikan.


Tinggalkan kebiasaan lama. Jangan lagi mau dibego-begoin politisi busuk yang bermental mafia. Bergeraklah bangkit, kembali ke jalan yang benar dengan tidak memilih pemimpin yang buta huruf dari sejarah. Pemimpin yang fakir ilmu, tapi merasa paling tau segala.


Berani masyarakat memilih pemimpin rapuh dan ahistoris, maka ancamannya kearifan lokal dijadikan jualan. Budaya peninggalan leluhur tidak dipusingkan lagi. Karena ia rapuh, pemimpin seperti ini akan membawa kerawanan konflik sosial. Warga akan dipimpin sosok pemimpin yang kehilangan identitas pribumi (lokalitas).


Pemimpin yang buta sejarah akan menganggap para pendahulu gagal meninggalkan legacy. Ia enggan menghargai jasa-jasa leluhur. Kecenderungannya menjemput hal-hal baru (modern), lalu mengabaikan sejarah. Yang paling bengisnya, ia apatis terhadap sejarah.


Masyarakat jangan menganggap remeh edukasi dan literasi politik yang dilakukan. Hal itu penting agar masyarakat tidak disesatkan para politisi dengan mengarang cerita. Mengakali masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang mereka usung.


Ketika masyarakat sudah terliterasi secara baik dan benara. Tau melakukan pendalaman, menggali siapa sosok pemimpin ideal yang layak mereka pilih. Maka peluang lahirnya pemimpin dungu, pemimpin pikun, atau pemimpin buta sejarah, akan terhindari. Masyarakat terbebas dari praktek salah pilih.


Kita perlu menjawab ragam tantangan yang membuat demokrasi stagnan bahkan mengalami degradasi. Meski tidak semudah membalikkan telapak tangan, masyarakat harus terus-menerus diingatkan agar mengerti. Tidak asal memilih calon pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

6 Mainan Jadul 90an yang Hits, Penuhi Inner Child Yuk!

Kenangan bahagia ketika kecil pada tahun 90an selalu memunculkan senyum tersendiri. Apalagi, bagi Anda yang pada zaman itu mempunyai banyak...