Menjadi orang sukses adalah harapan setiap orang. Kepuasan pribadi akan dirasakan seorang pria ketika dapat memperoleh harta, tahta dan wanita. Demikian pula kemapanan akan diimpikan seorang wanita ketika sesudah memilih seorang pujaan hati dan menikahinya. Tak salahlah seseorang menikahi pasangannya karena harta, kecantikan/kegantengannya, keturunannya atau karena agamanya.
Saya berharap untuk mencapai kesuksesan sebagai pria sebelum menikah, apa daya sulitnya memperoleh pekerjaan walaupun sudah melayangkan puluhan surat lamaran dan beberapa panggilan. Takdir membawa Saya melakukan pekerjaan terbaik yaitu menjadi seorang guru walaupun dengan pangkat guru honorer di sebuah sekolah swasta yang sederhana.
Usia tak terasa terus bertambah menandakan bahagianya hidup di dunia, walaupun keluh kesah selalu ada. Pekerjaan sebagai guru ini mempertemukan Saya dengan pujaan hati yang mau menerima Saya apa adanya, bahkan menerima mengetahui isi dompet saya tidak sesuai ekspektasinya. Akhirnya pertemuan ini membawa Saya sampai jenjang pernikahan dan dikaruniai beberapa anak yang cantik-cantik seperti malaikat yang berbulu mata lentik.
Sehabis menikah tak ada yang dapat dipertontonkan kepada khalayak bagaimana Saya dapat memberikan rumah dan perabotannya, walaupun ada perabotan yang ada adalah hasil kado dari sanak saudara dan teman. Berpindahlah Kami dari rumah orang tua kami ke rumah mertua. Orang Sunda bilang ngenyeng yaitu berpindah-pindah antara rumah orang tua dan mertua. Sampai akhirnya Kami mempunyai anak pertama pun masih ngenyeng.
Rejeki orang menikah, yaitu Saya sebagai menantu dapat memanfaatkan harta mertua yaitu sebuah rumah mertua yang biasa dikontrakkan bisa kami manfaatkan sebagai tempat tinggal.
Keuntungan bagi Kami sebagai pasangan dengan satu anak adalah bisa menikmati fasilitas rumah tanpa harus membayar kontrakan. Hanya kewajiban Kami adalah memperbaiki rumah apabila ada kerusakan dan membayar apa saja kewajiban yang menempel pada rumah seperti tagihan listrik dan PBB.
Terasa berat dipikiran bagaimana bila Kami ingin memiliki rumah ini, padahal harga rumah pada waktu itu bisa dikatakan tidak terlalu tinggi. Dan Saya tidak menyangka lima tahun kemudian, harga rumah melonjak sangat tinggi. Waktu itu Kami berdua sebagai honorer dengan penghasilan paspasan berencana membayar rumah ini kepada mertua Saya dengan harga murah.
Dengan kehidupan kami yang sederhana pun rasanya mustahil untuk membeli dan menyicil rumah. Sudah bisa memenuhi kebutuhan Kami sehari-hari pun sudah memuaskan.
Namun dengan adanya Kami hidup terpisah dari orang tua kami, Kami bisa belajar merasakan kesulitan bagaimana memiliki rumah sendiri. Membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari dan memperbaiki rumah seperti atap bocor, memperbaiki dapur atau jendela.
Rasa syukur telah memberikan keberkahan bagi Kami yang menempati rumah ini sehingga kami bisa terus belajar dan diberikan kemampuan untuk memelihara rumah ini. Sampai akhirnya Saya diberikan kepercayaan melayani masyarakat di daerah yang jauh dari ibu kota kabupaten. Dengan kepercayaan ini, Saya bisa memanfaatkan SK untuk meminjam kepada bank dan membeli rumah ini dari mertua saya sendiri.
Teman saya bilang Saya diberikan keberkahan bisa memperistri anaknya dan bisa membeli rumahnya. Bagi Saya membeli rumah mertua untuk Kami sebagai anak mantu sebagai penunjukan harga diri seorang suami untuk membiayai dan menafkahi isterinya.
Bagaimanapun rumah adalah tempat untuk Kami berkumpul sebagai keluarga yang Kami merasa rileks dan nyaman berada di dalamnya. Anak Saya bila berada di rumah kakek atau neneknya lebih memilih untuk pulang karena memilih rasa nyaman berada di rumah, bahkan walaupun sendirian. Walaupun rumah Kami tidaklah mewah dan megah seperti rumah teman-teman Kami, namun kenyamanan yang membuat Kami selalu ingin kembali ke rumah.
Setelah bertahun-tahun memiliki rumah, Kami menyadari ketika rumah diperbesar karena alasan ingin leluasa, namun Kami melihat bahwa ketika anak-anaknya sudah besar dan menikah, rumah menjadi sepi dan terlalu besar. Makanya Saya dan isteri mempertimbangkan kembali ketika akan memperbesar rumah, karena apa yang akan terjadi ketika anak-anak besar dan menikah seperti yang dialami orang tua saya sendiri.
Memiliki rumah memang bukan mimpi bila kita memperhatikannya dan menginginkannya. Keinginan ini tentunya mengorbankan keinginan yang lain seperti membeli mobil atau lainnya. Tentunya Saya mengenyampingkan membeli mobil karena Saya tidak begitu menguasai ilmu permobilan dan penghasilan untuk membeli mobil belumlah cukup. Takutnya Saya tidak bisa menyeimbangkan diri dalam membiayai keluarga dan lebih memilih membeli rumah terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar