Dalam serial anime Demon Slayer : Kimetsu no Yaiba-Babak Pelatihan Hashira episode 8, tokoh antagonis utama Raja Iblis Kibutsuji Muzan pada akhirnya berhasil menemui kepala Korp Pembasmi Iblis Ubuyashiki yang tengah sekarat. Muzan yang telah hidup selama seribu tahun, merupakan biang dari seluruh iblis yang ada. Dengan darahnya, Ia menciptakan iblis-iblis baru yang taat kepadanya. Sementara Ubuyashiki, merupakan kepala keluarga Korps Pembasmi Iblis. Keluarganya dikutuk oleh dewa karena telah melahirkan sosok iblis yakni Muzan itu sendiri sehingga setiap anak yang lahir di keluarganya akan memiliki takdir terlahir lemah dan mati muda.
Kibutsuji Muzan dan Ubuyashiki sebenarnya memiliki akar keturunan yang sama seribu tahun yang lalu. Dan sejak itu pula keduanya terjebak dalam roda takdir untuk saling bermusuhan satu sama lain. Untuk mengurangi kutukan tersebut, keluarganya mengabdi untuk mengalahkan iblis dengan membentuk Korps Pembasmi Iblis dan sekaligus memilih istri dari keluarga pakar dewa. Dengan demikian anak yang terlahir dari keluarga Ubuyashiki bisa hidup lebih lama setidaknya sampai umur 30 tahun. Namun demikian, meski bisa hidup lebih lama, Ubusyashiki hidup dalam kondisi fisik yang lemah.
Saat Ubuyashiki memasuki masa-masa kritis, Ia tahu bahwa Muzan akan datang menemuinya dalam beberapa hari dengan tujuan untuk membunuhnya. Maka, Ubuyashiki memanfaatkan moment tersebut untuk mencoba membunuh Muzan dengan meledakkan diri dan keluarganya. Dan jika dalam ledakan tersebut Muzan tidak mati, sementara Ia dan keluarganya mati, maka kematiannya tidak akan sia-sia. Alih-alih semakin memancing amarah para Hashira untuk memenangkan pertempuran. Hal ini berbanding kebalik dengan pasukan Muzan, karena jika Muzan mati maka semua iblis dibawahnya yang hidup dengan darah Muzan, juga akan mati.
Kemarahan para Hashira karena kematian Ubuyshiki ataupun kematian orang-orang terdekatnya yang dibunuh secara brutal, adalah bukti kebenaran perkataan Ubuyashiki yang mengatakan bahwa perasaan manusia itu abadi dan kekal. Faktanya, meski keluarga Ubuyashiki terus mati muda, Korps Pembasmi Iblis tetap terus ada. Ubuyashiki tidak merasa begitu penting karena yang berperang adalah Hashira, tatapi jika Ia mati, kematiannya akan menjadi bahan bakar para Hashira untuk memenangkan pertempuran melawan Muzan dan pasukannya.
"Gara-gara keluarga yang dahulu melahirkan monster sepertimu, keluargaku dikutuk sejak lama. Setiap anak yang di keluargaku terlahir lemah dan mati muda. Ketika garis keturunan keluargaku hampir tidak ada lagi, kami mendapat nasihat dari seorang pakar dewa. Beliau bilang bahwa garis keturunan keluargaku sudah melahirkan iblis. Beliau menyarankan kami mengabdi untuk mengalahkannya. Dengan begitu, keluargaku akan dapat bertahan hidup. Dari generasi ke generasi, kelurgaku mempersunting istri dari keluarga pakar dewa. Anak-anak di keluargaku tidak lagi mati muda. Meski begitu, tidak ada yang bisa hidup lebih dari tiga puluh tahun."
"Sungguh kedunguan yang tiada batas. Aku ingin muntah mendengarnya. Apa penyakitmu sudah menyebar sampai ke otak? Tidak ada hubungan sebab akibat antara peristiwa itu. Apa kau tahu? Aku tidak pernah menerima azab apapun. Meski aku sudah membunuh ratusan bahkan ribuan orang aku masih mendapat ampunan. Selama seribu tahun ini, aku belum pernah melihat Tuhan maupun Buddha."
"Begitukan caramu memandang sesuatu? Tapi aku punya cara pandangku sendiri. Muzan, apa mimpimu? Selama seribu tahun ini, apa yang kamu mimpikan selama hidupmu? Mau aku tebak, Muzan? Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu memimpikan keabadian. Kamu memikirkan kekekalan."
"Tepat sekali. Dan mimpiku sebentar lagi akan terwujud setelah aku mendapatkan Nezuko (manusia setengah iblis yang memiliki DNA Istimewa sehingga Ia berhasil hidup di bawah sinar matahari, sementara kekurangan para iblis adalah tidak bisa mendapatkan sinar matahari atau Ia akan punah)."
"Mimpimu tidak akan terwujud, Muzan. Aku tahu apa itu keabadian. Keabadian adalah perasaan manusia. Perasaan manusia akan bertahan selamanya dan kekal. Selama seribu tahun, Korps Pembasmi Iblis tidak pernah lenyap. Memang banyak anak yang malang dan tewas, tetapi mereka tidak akan lenyap begitu saja. Fakta itu membuktikan bahwa perasaan manusia yang kamu sebut konyol tadi hidup dengan kekal. Perasaan untuk tidak memaafkan mereka yang telah merenggut nyawa orang yang dicintai secara keji, akan selalu abadi. Sesungguhnya, kamu tidak diampuni oleh siapa pun tidak sekalipun dalam seribu tahun. Aku beri tahu Muzan, kamu sudah menginjak ekor macan dan memicu amarah naga berulang kali. Kamu sudah membangunkan macan dan naga yang seharusnya selalu terlelap. Mereka akan selalu mengawasimu. Dan tidak akan membiarkanmu melarikan diri. Meski kamu mmembunuhku sekalipun. Korps Pembasmi Iblis tidak akan menjadi gentar. Sosokku sendiri tidak terlalu pentiing. Aku yakin kamu tidak mengerti apa itu perasaan dan ikatan batin manusia Muzan. Karena kamu, kalian para iblis begitu kamu mati, semua iblis bawahanmu akan binasa bukan?"
"Diam kau."
Ya baiklah. Aku sudah mengatakan apa yang ingin aku katakan. Apa aku boleh mengatakan satu hal terakhir? Tadi aku bilang kalau sosokku tidak penting, tetapi kematianku tidak akan sia-sia. Aku beruntung, dihormati oleh semua anggota Korps Pembasmi Iblis terutama anak-anak Hashira, mereka sangat menyayangiku. Artinya, kematianku hanya akan meningkatkan semangat juang mereka lebih dari sebelumnya."
Percakapan antara Kibutsuji Muzan dan Ubuyashiki tentang keabadian dan kekekalan menarik untuk disimak. Sebuah pandangan yang seringkali hadir di dunia nyata. Tentang keadilan, tentang si iblis yang merasa selalu mendapatkan ampunan karena tidak pernah menerima azab apapun, serta selalu menang bahkan hidup selama seribu tahun. Sementara keluarga Ubuyashiki mendapatkan azab, terlahir lemah dan hidup tidak lebih dari 30 tahun. Namun keabadian dan kekelan bukan soal siapa yang hidup lebih lama, tetapi perasaan manusia itulah yang abadi. Ubuyashiki hidup sangat singkat, namun Ia hidup penuh makna, disayangi dan mendapatkan penghormatan penuh dari bawahannya. Sebaliknya, Muzan hidup seribu tahun namun Ia hidup dengan penuh kebencian pada umat manusia, selalu ditakuti oleh bawahannya, dan tidak pernah merasa tenang karena belum mendapatkan keabadian dan kekekalan yang Ia impi-impikan.
Dalam kehidupan yang sebenarnya logika yang sama berlaku. Kekuatan, kesewenang-wenangan, sikap serakah, ketidakadilan dan arogan sebagaimana yang dimiliki Muzan, nampak selalu dimenangkan kehidupan. Tetapi sesungguhnya, mereka tidak pernah hidup dalam ketenangan, selalu merasa kurang, dan hidup dalam ketidakberartian. Kekuasaan yang selalu mereka pamerkan tidaklah abadi, tidaklah kekal dan perasaan selalu kurang pada dasarnya adalah sebuah hukuman bukan pengampunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar