Arsitektur Jepang identik dengan struktur kayu elegan pada rangka, bentuk atap tradisional, dan pintu geser (shoji) tembus cahaya. Di balik estetika yang tak lekang oleh waktu, ada beberapa alasan dari dominasi kenapa rumah jepang dari kayu. Pertimbangan didasarkan pada beberapa faktor, mencakup kondisi alam, kekayaan sumber daya, hingga filosofi budaya.
Alasan Kenapa Rumah Jepang Terbuat dari Kayu
Berikut adalah lima alasan mendasar yang melatarbelakangi kayu sebagai pilihan utama material dalam pembangunan rumah tradisional Jepang.
1. Lebih Tahan dari Gempa Bumi
Alasan paling krusial dan praktis adalah kondisi geografis Jepang yang terletak di Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), sehingga menjadikan negara tersebut sebagai salah satu yang paling rawan gempa di dunia. Menghadapi ancaman konstan tersebut, leluhur bangsa Jepang mengembangkan metode konstruksi yang dapat bekerja sama dengan gempa, bukan melawannya.
Saat gempa, bangunan dari batu bata atau beton yang kaku, cenderung retak dan runtuh karena tidak mampu menyerap energi seismik. Sebaliknya, rumah berkerangka kayu dengan metode kigumi atau teknik penyusunan kayu tanpa lem, paku, dan pengikat logam, memiliki fleksibilitas yang luar biasa.
Sambungan kayu yang presisi memungkinkan seluruh struktur untuk bergoyang, melentur, dan menyerap getaran gempa. Energi dari guncangan disebarkan ke seluruh kerangka, mengurangi risiko keruntuhan total. Fleksibilitas inilah yang menjadikan rumah kayu sebagai pilihan yang lebih aman dan bijaksana untuk bertahan hidup di wilayah rawan gempa.
2. Ketersediaan Kayu yang Sangat Melimpah
Alasan kenapa rumah Jepang dari kayu berikutnya adalah melimpahnya ketersediaan material tersebut di sana. Sekitar dua pertiga, atau lebih dari 66% dari total daratannya, ditutupi oleh hutan. Kekayaan sumber daya alam ini secara alami menjadikan kayu sebagai bahan bangunan yang paling logis, mudah diakses, dan ekonomis untuk pembangunan rumah.
Berbagai jenis kayu berkualitas tinggi seperti hinoki (cemara Jepang), sugi (cedar Jepang), dan matsu (pinus) tumbuh subur. Terutama Hinoki, yang terkenal tahan terhadap pembusukan, aromanya menenangkan, dan serat kayunya yang indah. Para tukang kayu (daiku) memiliki cukup material untuk menyempurnakan keahlian pengolahan dan penyambungan kayu mereka dari generasi ke generasi.
3. Kelembapan Udara Saat Musim Panas 90%
Jepang memiliki empat musim yang sangat berbeda: musim semi (haru), musim panas (natsu), musim gugur (aki), dan musim dingin (fuyu). Musim panas di Jepang terkenal sangat panas dan lembap. Periode ini sering didahului oleh musim hujan (tsuyu), yang membuat tingkat kelembapan udara meningkat drastis.
Bangunan dari beton cenderung memerangkap panas dan kelembapan, menyebabkan ketidaknyamanan saat musim panas. Di sisi lain, material kayu bersifat higroskopis atau mampu menyerap kelembapan berlebih dari udara saat tingkat kelembapan tinggi dan melepaskannya kembali saat udara lebih kering. Suhu udara jadi teregulasi dengan baik, sehingga terasa lebih sejuk dan nyaman.
4. Waktu Konstruksi Cepat Cuman 4 Hari
Selanjutnya, waktu konstruksi yang cepat juga menjadi alasan kenapa rumah Jepang dari kayu. Hanya butuh sekitar 4 hari untuk membangun rumah modular modern bergaya Jepang karena pekerja hanya perlu menyusun kayu-kayu yang telah dipotong, lalu menyusunnya sesuai rancangan struktur (pre-fabrikasi).
Desain rumah Jepang sendiri cenderung minimalis, tanpa ornamen berlebihan, menambah efisiensi waktu pengerjaan. Hal ini berdampak pula pada anggaran biaya yang menjadi lebih ekonomis, terutama untuk gaji pekerja. Apalagi Jepang menerapkan biaya upah yang tinggi, baik untuk pekerja kasar maupun profesional.
Sementara itu, membangun rumah beton atau bata memerlukan waktu pengerjaan lebih lama karena tidak dapat disistem pre-fabrikasi. Bukan hanya durasi, tapi biaya material dan pekerja juga ikut mengalami pembengkakan.
5. Tradisi dan Budaya Agama Shinto dan Buddha
Terakhir, penggunaan kayu dalam arsitektur Jepang juga dipengaruhi oleh nilai budaya dan spiritual dari Agama Shinto dan Buddha, dua keyakinan terbesar di negeri Matahari Terbit tersebut. Dalam kepercayaan Shinto dan Buddha, mereka meyakini bahwa dewa dan dewi bersemayam pada objek-objek alam, termasuk pohon tua sebagai material kayu untuk pembangunan rumah.