Baterai menjadi salah satu teknologi yang penting dalam transisi energi, terutama bagi energi terbarukan yang sifatnya intermiten.
Sumber energi terbarukan yang intermiten tersebut contohnya surya dan angin. Intermiten artinya sumbernya sangat dipengaruhi oleh cuaca.
Contohnya, kecerahan sinar matahari tidak selalu konsisten. Terkadang tertutup mendung hingga beberapa waktu lamanya.
Karena sifat intermitensi ini, produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi tidak stabil. Terkadang PLTS menghasilkan listrik yang banyak saat sinar matahari cerah, terkadang produksinya sedikit saat mendung.
Hal yang sama juga terjadi di pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang sangat bergantung dari kecepatan angin dalam memproduksi listrik.
Di sinilah baterai memanikan peran penting. Baterai bisa menyimpan daya listrik dari pembangkit energi terbarukan yang intermiten sekaligus menjaga keandalan tegangan.
Menurut Badan Energi Internasional atau IEA, pada 2030 dunia akan membutuhkan baterai dengan kapasitas 1.300 gigawatt (GW) untuk mendukung energi terbarukan guna mencegah suhu Bumi naik lebih dari 1,5 derajat celsius.
Di sisi lain, total kapasitas baterai di dunia pada 2023 baru mencapai 55,7 GW. Kapasitas tersebut meningkat sebesar 120,8 persen dari tahun sebelumnya.
Akan tetapi, kehadiran baterai dalam jaringan listrik dari satu negara berbeda dengan negara lain.
Ada yang sudah mengakselerasi adopsi kapasitas baterai, ada yang masih lambat mengadopsi teknologi dalam jaringan ketenagalistrikannya.
Dilansir dari IEA, berikut 10 negara dengan kapasitas baterai paling besar di dunia.
- China: 27,1 GW
- Amerika Serikat (AS): 15,8 GW
- Inggris: 3,6 GW Australia: 1,8 GW
- Jerman: 1,7 GW
- Korea Selatan: 1 GW
- Jepang: 0,6 GW
- Irlandia: 0,4 GW
- Kanada: 0,4 GW
- Afrika Selatan: 0,3 GW
Dari daftar tersebut, China menjadi negara dengan kapasitas baterai paling banyak di dunia.
Pangsanya hampir setengah dari kapasitas baterai dunia pada 2023 dan terus tumbuh dengan sangat cepat.
Hanya dalam setahun, dari 2022 hingga 2023, negara tersebut menambahkan lebih dari 19 GW baterai ke jaringan listriknya.
Sementara itu, AS juga meningkatkan kapasitasnya secara signifikan pada 2023, dari 9,3 menjadi 15,8 GW.
Dua ekonomi terbesar tersebut menguasai lebih dari tiga perempat kapasitas baterai dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar