"Aku pergi dulu ya, Put," ucap Kura-kura.
Kura-kura terpaksa berpisah dengan Siput, teman bermainnya selama di Hutan Ceria. Dia harus ikut orang tuanya ke Hutan Rindang, hutan yang lebih luas dan tempatnya berdekatan dengan tempat kerja Pak Kurkur, ayah Kura-kura.
"Tapi kita tetap berteman, kan?" tanya Siput. Kura-kura mengangguk. "Aku nggak akan lupa kamu, Put." Setelah mengucapkan itu, Kura-kura berpamitan.
Hari demi hari, Siput merasa kesepian. Selama bertahun-tahun dia dan Kura-kura bersahabat, selalu meluangkan waktu untuk bermain bersama. Ada permainan unik yang sering mereka mainkan, lomba lambat-lambatan berjalan pada lintasan yang dibuat bersama.
"Siapa yang terakhir sampai garis finish, dia yang menang!"
Saat bermain, pemenangnya bisa bergantian. Kadang Siput. Kadang Kura-kura. Tak ada ucapan ejekan kalau salah satu kalah. Mereka memainkan permainan unik itu hampir setiap hari. Namun, semenjak Kura-kura pergi, lintasan lomba jadi tak terawat. Siput memandang lintasan itu dengan perasaan sedih.
"Aku ingin main sama kamu, Kura. Kira-kira kapan ya?" tanya Siput sambil berjalan mondar-mandir di sekitar lintasan itu.
"Tapi, kalau suatu saat tiba-tiba Kura-kura ke sini, pasti nggak bisa main bareng lagi kalau tempat bermainnya kotor," batinnya. Akhirnya dia mulai membersihkan lintasan lomba. Apalagi dia ingat kalau sebentar lagi mau tujuh belasan. Dia menjadi lebih bersemangat untuk membersihkan tempat bermain itu.
Sementara itu, di Hutan Rindang, Kura-kura asyik bermain bersama teman barunya. Dia lupa pada Siput. Kini dia dikenal sebagai anak yang lincah. Berbagai lomba jalan cepat atau lari sering dilakukan. Dia sering dinobatkan sebagai pemenang. Ya, Kura-kura sudah berubah.
Hingga beberapa hari yang lalu, Kura-kura mengalami cedera. Kakinya sulit digerakkan. Akibatnya dia tak diajak untuk ikut permainan. Dia pun menjadi sedih.
Dengan menahan sakit pada kakinya, Kura-kura melangkahkan kakinya, menjauh dari taman Hutan Rindang. Dia tidak tahu, mau ke mana tujuannya. Pematang-pematang sawah dilaluinya.
Tiba-tiba dia teringat pada pematang sawah yang kini ditumbuhi tanaman talas. Ingatannya sampai pada kejadian saat dia dan orang tuanya melewati pematang itu. Kejadian itu dialami saat pindah dari Hutan Ceria ke Hutan Rindang.
"Aku boleh sering ke Hutan Ceria kan, Bu?" tanya Kura-kura, dulu. "Tentu boleh, Nak. Asal kamu nggak lupa waktu kalau bermain," jawab Bu Kurkur. Mendengar jawaban itu, Kura-kura melompat kegirangan. Pak Kurkur sendiri hanya berpesan agar tak melupakan teman lama, meski di tempat yang baru akan bermunculan teman baru.
"Tempat ini masih seperti yang dulu," ucap Kura-kura, sambil memandangi sekeliling lintasan lomba lambat-lambatan jalan atau lari. Tempat itu terlihat bersih, dan rapi. Di sekitar tempat lomba itu ada umbul-umbul dan bendera merah putih.
"Akhirnya kamu datang, Kura-kura. Senang sekali melihatmu lagi." Kura-kura terkejut saat mendengar suara yang sangat dikenalnya. Dia membalikkan tubuh. Beberapa saat Kura-kura dan Siput terdiam.
"Bagaimana kabarmu, sahabatku?" tanya Siput sambil berjalan mendekat ke arah Kura-kura. "Baik, Put. Alhamdulillah." Mereka berdua pun berpelukan.
"Yuk, kita lomba lambat-lambatan lagi," ajak Siput. Dia melepaskan pelukannya.
"Aku belum bisa, Put."
"Kenapa? Kamu lupa caranya?"
Kura-kura tertawa kecil. Siput menatap temannya itu dengan heran. "Kakiku cedera, Put."
Kura-kura menceritakan penyebab kenapa kakinya cedera. "Ya, Allah. Lain kali hati-hati. Kamu itu seperti aku. Nggak bisa jalan atau lari cepat. Jangan memaksakan diri ikut lomba jalan cepat atau lari cepat."
Kura-kura mengangguk. "Padahal aku kangen main di lintasan ini sama kamu. Tapi, ya sudah. Nggak apa-apa. Kamu biar sehat dulu," ucap Siput.
"Terus baiknya kita ngapain?" tanya Kura-kura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar