Sejak manusia pertama kali duduk mengelilingi api unggun, cerita tentang pahlawan yang mengalahkan monster sudah menjadi bagian dari warisan budaya kita. Dari mitos kuno seperti Gilgamesh dan naga dalam legenda Eropa, sampai film modern dengan CGI yang bisa bikin monster kelihatan realistis, pola ini selalu punya tempat di hati penonton. Dan di dunia penulisan skenario, pola ini dikenal dengan nama Overcoming the Monster.
Sekilas, idenya sederhana. Ada ancaman besar yang harus dikalahkan. Ancaman ini bisa berbentuk literal seperti hiu raksasa di Jaws (1975) atau simbolis, seperti sistem penindasan di The Hunger Games (2012). Intinya, sang tokoh harus menghadapinya, biasanya dengan risiko kehilangan segalanya jika gagal.
Ambil contoh Alien (1979). Ellen Ripley (Sigourney Weaver) terjebak di kapal luar angkasa bersama makhluk yang satu gigitan saja bisa menghabisi kru. Seluruh film adalah permainan cerdas antara predator dan mangsa, di mana Ripley bukan hanya harus bertahan hidup, tapi juga mengalahkan sesuatu yang hampir mustahil dilawan.
Atau Jurassic Park (1993), di mana monster-monster bukan makhluk fiksi, tapi dinosaurus yang 'dihidupkan kembali' lewat teknologi. Penontonnya tahu bahwa T-Rex dan velociraptor tidak punya rasa belas kasihan, dan itu menciptakan ketegangan yang memaku mata ke layar.
Tapi yang membuat Overcoming the Monster relevan di semua zaman adalah kenyataan bahwa 'monster' tidak selalu punya gigi tajam atau sayap besar. Kadang, monsternya adalah ketakutan, keserakahan, atau kekuasaan. Dalam Erin Brockovich (2000), monster itu adalah korporasi raksasa yang meracuni air tanah sebuah kota. Dalam Spotlight (2015), monster itu adalah sistem yang berusaha menutupi kebenaran tentang pelecehan di gereja.
Formula ini bekerja karena ia memanfaatkan insting manusia yang paling dasar: bertahan hidup dan melindungi yang kita cintai. Penonton merasa terhubung karena dalam skala kecil, kita semua punya 'monster' masing-masing, entah itu utang, masalah keluarga, atau bos yang bikin hidup seperti film horor.
Steven Spielberg pernah berkata, "When you have a real monster to overcome, you have a real story." Itulah kekuatan pola ini. Saat tokoh menghadapi sesuatu yang jelas-jelas lebih besar dan lebih kuat darinya, penonton tahu taruhannya besar. Dan semakin mustahil kemenangannya terlihat, semakin memuaskan momen ketika monster itu akhirnya tumbang. Overcoming the Monster akan selalu relevan. Karena di luar layar, kita semua ingin percaya bahwa monster, apa pun bentuknya, pada akhirnya bisa dikalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar