Belakangan ini, jagat media sosial---terutama TikTok dan Instagram---ramai dengan konten permainan biliar. Mulai dari gaya bermain unik, pertandingan persahabatan antar influencer, hingga teknik-teknik trick shot yang memukau. Biliar mendadak naik daun dan menjadi tren baru di kalangan anak muda Indonesia. Namun di balik viralnya olahraga ini, masih ada stigma lama yang melekat: biliar sering dianggap sebagai aktivitas yang "negatif" atau berbau "dunia malam".
Lantas, apakah biliar memang seburuk itu? Ataukah kita hanya belum memahami sisi positif dari olahraga ini?
Biliar bukanlah permainan baru. Olahraga ini sudah ada sejak abad ke-15 dan terus berkembang hingga kini, dengan berbagai jenis permainan seperti pool, snooker, hingga carom. Di Indonesia, biliar sempat populer di era 90-an, namun kemudian menurun karena banyak dikaitkan dengan hal-hal negatif, seperti rokok, alkohol, dan dunia malam.
Kini, generasi muda mencoba membawa wajah baru untuk biliar. Dengan bantuan media sosial, permainan ini dipopulerkan kembali dalam bentuk konten edukatif, hiburan, dan kompetisi. Anak-anak muda bahkan mulai menganggap biliar sebagai gaya hidup, bukan hanya sekadar hobi.
Mengapa Biliar Bisa Viral Lagi?
Ada beberapa alasan mengapa biliar kembali booming:
Visual yang Menarik: Permainan biliar sangat "Instagramable" dan cocok dijadikan konten TikTok. Warna-warna bola, meja hijau, serta gerakan stick yang presisi membuatnya enak ditonton.
Kompetisi Seru: Banyak komunitas mulai mengadakan turnamen biliar antar publik figur, content creator, hingga selebriti.
Aksesibilitas Lebih Mudah: Banyak tempat biliar kini memiliki suasana modern, terang, dan terbuka untuk semua kalangan, tidak lagi eksklusif atau "gelap".
Tren Sportainment: Gabungan antara olahraga dan hiburan membuat biliar cocok untuk generasi muda yang ingin bersenang-senang sekaligus tetap aktif.
Namun, di balik popularitasnya, biliar masih menghadapi beberapa tantangan.
Stigma Sosial: Masih banyak orang tua atau masyarakat umum yang menganggap biliar sebagai kegiatan "tidak sehat" atau berdekatan dengan perilaku negatif.
Kurangnya Fasilitas Resmi: Banyak tempat bermain biliar belum tersertifikasi sebagai tempat olahraga yang aman dan layak, apalagi di kota kecil.
Minim Dukungan Pemerintah: Meski masuk dalam cabang olahraga resmi di SEA Games dan Asian Games, promosi dan pendanaan untuk atlet biliar masih minim dibanding cabang lain.
Kurangnya Pendidikan Formal: Sekolah atau komunitas jarang memasukkan biliar dalam program olahraga mereka, sehingga edukasi soal teknik dan etika bermain belum merata.
Biliar adalah olahraga otak. Permainan ini menuntut konsentrasi tinggi, perhitungan sudut dan kekuatan yang tepat, serta strategi untuk mengalahkan lawan.
Melatih motorik halus dan koordinasi. Gerakan halus saat memukul bola melatih keterampilan tangan dan fokus visual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar