Layar tancap adalah hiburan rakyat. Sering kita anggap tontonan desa. Siapa sangka, ini alat propaganda Jepang? Bahkan punya sejarah gelap. Sampai jadi pemicu isu film dewasa.
Kamu mungkin mikir, buat apa tahu sejarahnya? Kan sudah tidak ada lagi? Eits, jangan salah. Layar tancap cerminan penyebaran informasi.
Dulu, pemerintah pakai itu. Untuk mengendalikan pikiran rakyatnya. Sekarang, cara penyebaran informasi mungkin beda. Kita sekarang memakai internet.
Tapi, intinya tetap sama. Ada yang coba pengaruhi kita. Kalau tidak hati-hati, dompet bisa menipis. Itu karena iklan yang menyesatkan. Kesehatan bisa terganggu karena hoaks obat. Keluarga bisa pecah karena berita bohong.
Jadi, belajar dari layar tancap penting. Ini soal melindungi diri kita. Juga orang terkasih dari pengaruh buruk.
Pelajaran besar dari layar tancap adalah ini. Sebuah teknologi awalnya netral. Bisa jadi pisau bermata dua. Tergantung siapa yang mengendalikannya. Dan untuk tujuan apa.
Awalnya, layar tancap cuma proyektor. Ditambah sebuah layar sederhana. Teknologi hiburan yang sangat simpel .
Namun, di tangan Jepang, ia berubah. Menjadi alat propaganda sangat efektif. Tentara keliling desa memakai truk. Truk itu dilengkapi proyektor dan layar.
Mereka menyebarkan film-film khusus. Film itu dirancang membentuk opini publik. Juga menanamkan ideologi baru. Serta menggalang dukungan rakyat. Dukungan untuk upaya perang Jepang.
Ini menunjukkan betapa cepatnya alat berubah. Berubah menjadi senjata ideologis .
Di era Orde Baru, layar tancap dioptimalkan. Kali ini sebagai sarana sosialisasi. Sosialisasi program dari pemerintah. Program "Film Masuk Desa" jadi populer.
Tujuannya sangat mulia. Yaitu menyebarkan informasi penting. Informasi tentang pembangunan nasional. Mulai dari program Keluarga Berencana (KB). Lalu transmigrasi, hingga teknik pertanian modern.
Namun, di balik tujuan edukatif itu, ada hal lain. Layar tancap juga sering digunakan. Untuk glorifikasi sosok Soeharto. Dan menyebarkan narasi politik tertentu.
Seperti film tentang G30S/PKI. Atau film Janur Kuning. Film itu menguatkan citra penguasa. Ini menunjukkan bahwa media punya dua sisi. Bisa menjadi alat pencerahan. Atau bisa menjadi alat kontrol.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul masalah. Masalah mengiringi popularitas layar tancap. Isu film bajakan mulai muncul. Juga penyebaran konten pornografi. Atau disebut juga "film pelarian".
Isu ini mencoreng citranya. Ini bukan salah teknologinya. Proyektor dan layar hanyalah alat. Permasalahan muncul karena penyalahgunaan. Penyalahgunaan oleh para penggunanya.
Fenomena ini sangat mirip dengan sekarang. Apa yang kita alami di era internet. Smartphone sejatinya alat multifungsi. Bisa digunakan untuk belajar. Bisa juga untuk bekerja.
Namun, bisa jadi sarana kejahatan. Atau penyebaran konten negatif. Menurut data dari KPAI. Kasus pornografi online anak meningkat.
Ada 2.057 pengaduan di tahun 2024. Ini adalah bukti yang sangat nyata. Bahwa teknologi bisa merusak. Jika tidak digunakan dengan bijak. Dan tanpa adanya pengawasan.
- Layar Tancap: Lahir dari Kebutuhan Propaganda.
Jepang butuh cara menyebarkan pengaruh. Juga menyebarkan ideologinya dengan cepat. Ke seluruh wilayah jajahannya. Terutama di daerah pedesaan.
Pada masa itu, infrastruktur bioskop terbatas. Di Jawa hanya ada 117 bioskop. Untuk populasi 50 juta penduduk. Kondisi ini membuat bioskop tidak efektif. Tidak bisa menjangkau seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, layar tancap jadi solusi. Solusi yang sangat strategis.
Sendenbu, badan propaganda Jepang, berperan sentral. Mereka mengorganisir tim keliling desa. Tim dilengkapi truk berisi proyektor. Juga sebuah layar untuk menonton.
Film-film propaganda mereka bawa. Seperti film "Nippon Eiga" (Film Jepang). Film ditayangkan di lapangan terbuka. Mampu menarik puluhan ribu penonton.
Di setiap lokasi penayangannya. Ini membuktikan efektivitas media visual. Dalam membentuk opini publik. Dan menggalang dukungan secara massal.
- Pemerintah Pakai Layar Tancap untuk Sosialisasi dan Kontrol.
Setelah Indonesia merdeka, layar tancap tidak hilang. Justru, ia tetap memegang peranan penting. Terutama di era Orde Baru. Program "Film Masuk Desa" menjadi populer.
Program ini diinisiasi oleh PPFN. Juga oleh Departemen Penerangan. Tujuannya sangat mulia. Yaitu menyebarkan informasi pembangunan. Dan program-program dari pemerintah. Seperti Keluarga Berencana (KB). Lalu transmigrasi, dan teknik pertanian.
Namun, di sisi lainnya, ada tujuan lain. Program ini jadi alat efektif. Untuk sosialisasi kebijakan politik. Dan glorifikasi citra pemerintah.
Serta sosok Presiden Soeharto. Film seperti "Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI". Dan film "Janur Kuning" diputar masif.
Untuk membentuk narasi sejarah. Narasi yang seragam di masyarakat. Serta memperkuat legitimasi kekuasaan. Ini menunjukkan media bisa jadi alat. Alat untuk kontrol pikiran. Dan pembentukan citra politik .
Teknologi Modern : Pengulangan Sejarah dalam Bentuk Baru.
Seiring zaman, popularitas layar tancap meredup. Terutama dengan munculnya televisi. Televisi muncul pada tahun 1962. Lalu ada Video Cassette Recorder (VCR). VCR muncul di tahun 1980-an. Alat itu membawa hiburan ke rumah.
Namun, esensi penyebaran informasi tetap sama. Potensi penyalahgunaannya juga sama. Di era digital sekarang ini. Internet menjadi "layar tancap raksasa". Menyebarkan informasi dengan sangat cepat.
Dulu ada "film pelarian". Atau film bajakan yang meresahkan. Kini ada berita hoaks. Ada penipuan online. Dan konten negatif tak terkendali.
Menurut laporan We Are Social. Pengguna internet di Indonesia banyak. Mencapai 212 juta jiwa. Itu 74,6% dari total populasi. Angka ini menunjukkan peningkatan. Sebesar 8,7% dari tahun 2024.
Artinya, akses informasi makin mudah. Namun, risiko terpapar hoaks juga besar. Data dari KPAI menjadi peringatan. Ada 2.057 pengaduan pornografi anak.
Ini menegaskan bahwa teknologi itu berbahaya. Jika tidak diiringi literasi digital. Dan kesadaran akan bahayanya. Bisa jadi alat perusak masif. Jauh lebih masif dari layar tancap.
Pelajaran utamanya adalah begini. Teknologi itu seperti pisau. Bisa untuk memasak. Bisa juga untuk melukai. Layar tancap contoh nyatanya.
Dari propaganda sampai isu kotor. Intinya, kita harus pintar. Punya filter di kepala kita. Jangan gampang percaya begitu saja. Apalagi di zaman digital sekarang. Saring dulu semua informasinya. Jangan sampai kita dibodohi lagi. Ini untuk kebaikan kita sendiri .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar