Sabtu, 26 Juli 2025

Pilih Stres Kejar Impian atau Tenang Tanpa Ambisi?


Semakin dewasa kita tak hanya dihadapkan pada pilihan benar salah tapi juga pilihan selain itu. Salah satunya adalah pilihan untuk mengejar impian atau hidup sederhana saja yang penting cukup. Memiliki impian adalah bak tujuan hidup yang terkadang punya makna tertentu. Beberapa kondisi mengharuskan kita untuk hidup cukup. Kita harus bersyukur atas hal itu.


Setelah lulus kuliah, saya menghadapi banyak pilihan. Setiap pilihan memiliki peluang dan risiko tersendiri. Pilihan yang jarang sekali diajarkan ketika sekolah dan tidak hanya berdasarkan benar atau salah. Dua yang paling membuat bingung adalah tentang impian dan hidup berkecukupan.


Mengejar impian memang suatu hal yang banyak diajarkan di sekolah karena pasti setiap anak ditanya cita-citanya. Tapi saat dewasa kita akan berpikir realistis dan mengambil peluang yang paling mungkin terjadi. Mengejar impian bukan hal yang salah memang tapi kita lihat dahulu jalan yang ditempuh, terlebih impian yang besar.


Saya punya beberapa pandangan tentang bagaimana orang bisa stres. Terkadang, itu karena tekanan dari impian yang terlalu tinggi. Namun juga ada beberapa orang dengan hidup sederhana tanpa ambisi tapi bahagia.


Punya Mimpi dan Tujuan Buat Hidup Bermakna


Sejak kecil, kita terbiasa ditanya: "Cita-citamu apa?" Impian seolah menjadi bahan bakar hidup. Namun saat dewasa, banyak orang justru merasa tertekan dengan impian mereka sendiri. Apakah semua orang harus punya ambisi besar?


Psikiater dan ahli neurologi Viktor Frankl dalam logoterapinya menegaskan bahwa makna hidup adalah kekuatan utama yang menggerakkan manusia.


Dalam bukunya Man's Search for Meaning, Frankl menulis bahwa bahkan dalam situasi terburuk. Seperti pengalaman dia di kamp konsentrasi Nazi, dia tetap bisa bertahan karena hidupnya punya tujuan.


Namun, tekanan untuk selalu bermakna dan produktif juga bisa berdampak negatif. Curran & Hill (2019) dalam Psychological Bulletin menemukan bahwa perfectionism dan tekanan tinggi dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan burnout.


Mengejar ambisi juga seolah tiada habisnya. Albert Camus menganalogikan ini seperti Sisyphus yang dikutuk untuk mendorong batu raksasa ke atas gunung dan terus menggelinding ke bawah. Hal itu dilakukannya terus seperti Impian kita yang tiada habisnya.


Hidup Tenang Saja Tanpa Mengejar Apapun


Sebaliknya, ada orang yang lebih suka hidup sederhana. Mereka bekerja cukup dan menikmati momen tanpa mengejar target besar. Pilihan ini bisa jadi menimbulkan tuduhan sebagai "tidak punya semangat hidup", padahal secara filsafat dan psikologi, justru banyak pendekatan mendukungnya.


Filsuf Yunani kuno, Diogenes, dikenal dengan gaya hidup minimalis dan penuh sinisme terhadap materialisme dan kekuasaan. Ia menolak norma sosial yang penuh kepalsuan, dan hidup dalam kesederhanaan total.


Sebuah studi dari Hofmann et al. (2010) menunjukkan bahwa latihan mindfulness dapat mengurangi gejala stres dan kecemasan secara signifikan, serta membuat seseorang lebih tenang menghadapi hidup.


Namun, hidup tenang pun perlu keseimbangan. Dalam psikologi positif, ketenangan berlebihan tanpa arah bisa berujung pada apatis atau hedonisme pasif, yakni hanya mencari kenyamanan tanpa makna.


Antara Dua Jalan : Mana yang Lebih Baik?


Memilih antara mengejar impian atau hidup tenang bukanlah perkara benar atau salah. Keduanya memiliki kelebihan dan risiko masing-masing, tergantung pada bagaimana kita memaknainya secara pribadi.


Mengejar impian sering kali memberi energi, arah hidup, dan motivasi jangka panjang. Hidup terasa penuh semangat karena ada tujuan yang ingin dicapai.


Namun, di balik itu, tekanan untuk selalu berkembang, rasa takut gagal, dan tuntutan kesempurnaan bisa menimbulkan stres, kelelahan emosional, bahkan burnout.


Terutama dalam budaya yang sangat kompetitif, ambisi bisa menjadi pedang bermata dua: memberi makna sekaligus menyiksa.


Sementara itu, hidup tenang tanpa ambisi besar menawarkan kedamaian batin dan kemampuan untuk menikmati saat ini. Orang yang menjalani hidup ini sering kali lebih mindful, tidak terjebak dalam perlombaan sosial, dan memiliki tingkat stres yang lebih rendah.


Yang paling penting adalah memastikan bahwa pilihan tersebut datang dari kesadaran diri, bukan tekanan sosial atau rasa bersalah karena tak memenuhi standar orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Slam Dunk Seorang Berandalan Menjadi Bintang Lapangan

  Judul: Slam Dunk Penulis & Ilustrator: Takehiko Inoue Penerbit: Shueisha Studio: Toei Animation Sutradara: Nobutaka Nishizawa Tayang d...