"Curtain's finally closing" di The Championship Wimbledon 2025, dan tampaknya drama di nomor tunggal putri berlangsung hingga akhir, namun dengan narasi yang sama sekali tak terduga.
Jika biasanya drama dalam tenis diartikan sebagai pertandingan yang ketat, penuh tie-break, atau comeback yang mendebarkan, final Wimbledon 2025 ini justru menyajikan drama dalam bentuk dominasi yang tiada tara oleh satu finalis, terhadap lawannya.
Mungkin semua penggemar tenis yang mengikuti secara seksama turnamen tertua di dunia ini tak menyangka bahwa laga final tunggal putri, seperti yang saya saksikan, Sabtu, 12 Juli 2025 malam, antara unggulan ke-8 Iga Swiatek berhadapan dengan unggulan ke-13 Amanda Anisimova akan berjalan begitu timpang.
Swiatek bermain begitu dominan, sehingga tanpa ampun "menghabisi" Anisimova dengan skor "double bagel" 6-0 dan 6-0 dalam waktu sangat singkat, hanya 57 menit.
Skor yang mengejutkan ini tentu menjadi antiklimaks bagi sebagian besar penonton yang mengharapkan pertarungan sengit di partai puncak Grand Slam.
Apalagi jika mengacu pada pertandingan di semifinal, saat dengan perkasa disertai kekuatan mental yang luar biasa, Anisimova mampu mengalahkan unggulan pertama, salah satu petenis putri terbaik saat ini, Aryna Sabalenka.
Sejarah Terukir di Lapangan Rumput Wimbledon 2025
Skor "double bagel" mungkin sering terjadi di babak awal sebuah turnamen, lantaran bisa saja ada perbedaan peringkat yang sangat jomplang, yang mencerminkan gap kualitas yang sangat lebar antar pemain.
Namun, ini adalah final sebuah turnamen tenis Grand Slam, Wimbledon pula. Mengutip situs resmi turnamen, Wimbledon.com, sepanjang sejarah Open Era baru kali ini, salah satu pemain tak mampu mencetak angka satu pun di babak final tunggal putri.
Terakhir kali final tunggal putri Wimbledon berakhir dengan skor 6-0, 6-0 terjadi pada tahun 1911, ketika Dorothea Lambert Chambers mengalahkan Dora Boothby, artinya peristiwa tersebut 114 tahun lalu. Saat itu Wimbledon belum masuk masa open era.
Dan Iga Swiatek kini menempatkan namanya dalam sejarah sebagai petenis modern pertama yang meraih "double bagel" di final Wimbledon.
Ini juga merupakan gelar Wimbledon pertama bagi Polandia, negara dimana ia berasal di Open Era dan ia berhasil mengangkat trofi Rosewater Dish tanpa kehilangan satu set pun sepanjang turnamen, menunjukkan dominasi penuh dari babak pertama hingga final.
Kemenangan di final ini juga menandai kemenangan ke-100 Iga Swiatek di babak utama Grand Slam, menjadikannya salah satu pemain tercepat yang mencapai tonggak sejarah ini sejak Serena Williams pada tahun 2004.
Final yang hanya berlangsung 57 menit ini juga tercatat sebagai salah satu final Grand Slam wanita tercepat dalam sejarah modern.
Dengan gelar ini, seperti catatan Federasi Tenis Wnita Dunia (WTA), Iga Swiatek kembali mengukuhkan posisinya di papan atas, naik ke peringkat WTA World No. 3 dan posisi kedua dalam Race to Riyadh WTA Finals.
Di sisi lain, meskipun kekalahan itu sangat menyakitkan, Amanda Anisimova menunjukkan kedewasaan dan mentalitas seorang pejuang dalam konferensi pers pasca-pertandingan.
Sempat tak kuasa menahan tangis saat seremoni penyerahan trofi di Centre Court, Anisimova dengan cepat mengambil hikmah dari pengalaman pahit ini.
Menyitir penulis Amerika Serikat favoritnya, Marianne Williamson, "Pain can burn you up and destroy you, or burn you up and redeem you," yang bisa diartikan sebagai "Rasa sakit bisa menghancurkanmu, atau membakarmu dan menebusnya dengan berbuat lebih baik."
Anisimova menegaskan tekadnya untuk bangkit lebih kuat. Ia melihat kekalahan ini sebagai "persimpangan jalan" dan memilih jalur untuk terus berusaha meningkatkan diri, berharap menempatkan dirinya pada lebih banyak kesempatan di masa depan.
Perjalanan Anisimova dari peringkat 189 tahun lalu (setelah absen demi menjaga dan menyembuhkan kesehatan mental) hingga menjadi finalis Wimbledon 2025 dan akan menembus Top 10 minggu depan adalah bukti nyata ketahanan dan kerja kerasnya.
Meskipun mengakui sedikit nervus dan terutama kelelahan fisik, Anisimova melihat ini sebagai pengalaman berharga yang akan membantunya mengelola kesiapan mentalnya di final Grand Slam berikutnya.
Penutup
Final tunggal putri Wimbledon 2025 adalah mahkota pertama Swiatek di All England Club yang tak hanya menandai pencapaian pribadi luar biasa, tetapi juga momen yang akan dikenang dalam sejarah tenis.
Kemenangan ini membuktikan bahwa dalam olahraga, siapa pun bisa menang atau kalah, dan terkadang drama terbesar justru tercipta dari dominasi tak terbantahkan, sekaligus memberikan pelajaran berharga tentang ketahanan mental seorang atlet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar