Selasa, 01 Juli 2025

The Wild Robot Saat Robot Belajar menjadi Manusia

 




Apa jadinya jika sebuah robot, ciptaan manusia yang dingin dan logis, justru mengajarkan kita cara menjadi manusia yang lebih hangat dan peduli?"
Itulah pertanyaan yang muncul saat menyaksikan The Wild Robot, film animasi yang jauh melampaui ekspektasi dari sebuah kisah tentang teknologi. Ia bukan hanya menyuguhkan visual indah, tapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang kehidupan, koneksi, dan makna eksistensi.


The Wild Robot bercerita tentang Rozzum Unit 7134 atau Roz---sebuah robot yang terdampar di sebuah pulau liar setelah kapal pengangkutnya karam. Awalnya, Roz tak lebih dari mesin otomatis yang tidak mengenal perasaan. Namun seiring waktu, dia belajar bertahan hidup, berinteraksi dengan hewan-hewan penghuni pulau, dan bahkan menjadi bagian dari ekosistem alami di sana.


Apa yang membuat kisah ini terasa begitu dekat dengan kehidupan kita adalah pertanyaan-pertanyaan yang dihadirkan melalui perjalanan Roz. Bagaimana kita beradaptasi dalam lingkungan baru? Bagaimana kita membangun relasi dengan "yang berbeda"? Dan yang paling menyentuh---bagaimana kita bisa belajar menjadi lebih manusiawi, bahkan dari sesuatu yang tak memiliki darah dan hati?

Film ini memberikan banyak pelajaran yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya:


Empati bisa dipelajari, bahkan oleh yang awalnya tak mengenalnya. Roz belajar memahami ketakutan dan harapan makhluk lain, dan itu bisa jadi cerminan bahwa manusia pun bisa terus belajar menjadi lebih peduli.


Beradaptasi adalah bentuk tertinggi dari kecerdasan. Kita hidup di era yang terus berubah---lingkungan kerja, teknologi, bahkan nilai sosial. Roz mengajarkan kita bahwa kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan sesama adalah kunci untuk bertahan dan tumbuh.


Hubungan antarmanusia (atau makhluk hidup) dibangun bukan dari kesamaan, tapi dari rasa saling memahami. Meski berbeda jenis, Roz dan hewan-hewan di pulau membangun ikatan yang kuat karena mereka saling mendengar dan memperhatikan.


Secara pribadi, saya memberi film ini rating 9.8/10. Bukan hanya karena animasinya yang indah dan detail, tapi karena isi ceritanya begitu menyentuh dan penuh makna. The Wild Robot adalah jenis film keluarga yang bisa dinikmati segala usia, tapi juga mengajak penontonnya berpikir---tentang kemanusiaan, lingkungan, dan masa depan teknologi.


Narasi film ini tenang namun kuat. Tak ada adegan cepat atau bising, namun justru dalam keheningan itulah emosi disampaikan. Musik yang menyatu dengan lanskap alam, serta dialog yang minim tapi bermakna, membuat kita benar-benar merasa tenggelam dalam dunia Roz.


The Wild Robot adalah pengingat bahwa kadang, yang dianggap "tak hidup" justru bisa membangkitkan sisi terbaik dari kehidupan itu sendiri. Di era di mana teknologi berkembang begitu cepat, kita diingatkan untuk tidak kehilangan sisi manusiawi: empati, kerja sama, dan keberanian untuk memahami perbedaan.


Film ini tidak hanya menghibur, tapi juga menyentuh. Dan lebih dari itu, The Wild Robot mengajak kita bertanya:

Sudahkah kita benar-benar menjadi manusia, atau justru semakin seperti robot dalam rutinitas kita sehari-hari?

9 Rekomendasi Meja Kantor Jati Klasik untuk Direksi dan Eksekutif yang Ingin Ruang Kerja Berkelas


Ruang kerja bukan sekadar tempat menjalankan tugas---bagi seorang direktur atau pemimpin perusahaan, ruang kantor mencerminkan karakter dan wibawa. Maka tak heran jika banyak pemimpin perusahaan memilih meja kantor jati klasik Jepara untuk menghadirkan nuansa profesional yang elegan.


Meja kantor berbahan jati solid tidak hanya tahan lama, tetapi juga memberikan kesan mewah, apalagi jika dipadukan dengan desain klasik dan ukiran tangan khas Jepara. Berikut ini sembilan rekomendasi dari Hasan Jati Furniture yang bisa menjadi inspirasi bagi Anda yang ingin menciptakan ruang kerja eksklusif.


1. Meja Kantor Jati Klasik

Elegan, kokoh, dan berwibawa. Sangat cocok untuk direktur perusahaan atau instansi pemerintahan yang menghargai nilai tradisi.

Lihat produknya


2. Meja Kantor Klasik

Dengan tampilan formal dan desain timeless, meja ini sangat pas untuk ruang kerja pimpinan yang mengutamakan suasana profesional.

Klik untuk melihat


3. Meja Kantor Jati

Desain modern sederhana berbahan jati solid. Cocok untuk direktur muda atau pemilik usaha yang menyukai nuansa alami.

Lihat di sini


4. Meja Kantor Minimalis Klasik

Menggabungkan garis minimalis dengan ornamen klasik. Cocok untuk ruang kerja elegan namun tetap ringan.

Lihat detailnya


5. Meja Kantor Jati Terbaru

Model baru yang tampil lebih kontemporer, namun tetap mempertahankan kesan berkelas khas kayu jati.

Cek produknya


6. Meja Kantor Jati Mewah

Pilihan utama untuk ruang kerja direktur utama, CEO, atau jabatan tinggi lainnya. Ukiran detail dan bentuk megah menciptakan prestise.

Lihat produknya


7. Meja Kantor Jati Jepara

Ciri khas furniture Jepara terasa kuat di sini. Pilihan tepat untuk kantor notaris, pengacara, atau pimpinan formal.

Klik untuk melihat produk


8. Meja Kantor Jati Classic

Cocok untuk ruang kerja bertema vintage, dengan sentuhan ukiran yang artistik dan berkelas.

Lihat lebih lanjut


9. Meja Kantor Jati Minimalis

Untuk Anda yang menyukai kesan simple tapi tetap solid dan mewah. Ideal untuk kantor modern.

Lihat produknya di sini


Mengapa Harus Meja Kantor Jati dari Jepara?

Material premium: Menggunakan kayu jati tua yang kuat dan tahan rayap.

Ukiran khas Jepara: Sentuhan seni tinggi dari pengrajin terbaik.

Desain berwibawa: Cocok untuk ruangan direktur, pemilik bisnis, hingga ruang tamu eksekutif.

Bisa custom: Sesuaikan ukuran, warna, dan desain sesuai interior Anda.

Film Bebadong: Realitas Pahit Pekerja Migran Sasak dalam Balutan Horor Komedi


Di tengah kebun nan gelap, seorang laki-laki muda tampak mengendap-endap. Suara dedaunan berderak-derak, langkahnya menerjang genangan. Ia kelihatan awas sekaligus waswas, sesekali ia berhenti memastikan tak ada orang di sekitarnya. Tatapan matanya cemas, langkahnya terburu-buru. Tujuannya, rumah sang belian.


Ketegangan itu membuka “Bebadong”, film pendek berdurasi sekitar 20 menit ini. Sebuah film dengan genre horor komedi yang mencoba menyampaikan pesan serius melalui kisah-kisah mistik, kelam, sekaligus lucu. Film yang dipersembahkan oleh ADBMI Foundation ini membawa penonton pada perjalanan absurd calon pekerja migran yang bersikeras berangkat ke luar negeri lewat jalur ilegal, berbekal keyakinan pada bebadong.


Sebagai pendamping desa, kisah seperti ini bukan fiksi belaka. Banyak warga desa, khususnya di wilayah-wilayah dengan tingkat migrasi tinggi seperti Lombok, yang terjebak pada sirkuit migrasi ilegal karena himpitan ekonomi dan minimnya perlindungan sistemik. Dalam film ini, realitas itu dibungkus satire dan nuansa supranatural, tetapi tak menghilangkan esensi masalahnya.


Karakter nenek belian—yang menjadi simbol pusat harapan dan solusi jalan pintas—diperlihatkan sangat berkuasa, bahkan melebihi logika hukum dan agama. Ia menjanjikan keselamatan, kekayaan, dan kemudahan melalui bebadong, bahkan bekerja sama dengan tekong pengirim pekerja ilegal. Dunia supranatural dan sistem bayangan ini bukan sekadar bumbu horor, tetapi cermin nyata ketimpangan informasi dan pendidikan di desa.


Bebadong: Antara Kepercayaan, Kemiskinan, dan Tekanan Sosial

Istilah bebadong dalam bahasa Sasak merujuk pada jimat atau pegangan gaib yang diyakini memberi perlindungan dan kekuatan. Dalam konteks migrasi, bebadong bukan sekadar benda, tapi simbol harapan dan perlawanan dari mereka yang terpinggirkan dan tak memiliki akses perlindungan formal dari negara.


Sementara itu, belian adalah sebutan bagi dukun dalam tradisi masyarakat Sasak. Ia dipercaya sebagai perantara antara manusia dan kekuatan supranatural. Dalam banyak kasus, belian menjadi rujukan terakhir ketika akal sehat dan hukum formal dianggap tak mampu menyelesaikan persoalan hidup, termasuk nasib pekerja migran.


Dari pengalaman mendampingi warga desa, banyak calon pekerja migran yang akhirnya lebih percaya pada jalur tidak resmi karena dirasa lebih cepat, murah, dan tanpa ribet. Film ini menangkap ketegangan itu dengan humor pahit: antrean orang-orang miskin menunggu ‘jimat’ di rumah dukun, berharap bisa segera ke Malaysia dan menjadi kaya. Dialog dan ekspresi para tokoh terasa familiar, seperti cuplikan hidup sehari-hari di dusun-dusun pinggiran.


Film pendek ini menyinggung pula soal bantuan sosial pemerintah untuk TKI korban kecelakaan. Ketika istri dari korban mendatangi petugas untuk pencairan bantuan, ia ditolak hanya karena suaminya dulu berangkat secara ilegal. Potret ini menyentil langsung bagaimana regulasi negara sering kali menutup mata terhadap realitas dan kerentanan warga desa.


Sebagai pendamping desa, situasi seperti ini sering kali dilematis. Di satu sisi, kita diminta menyosialisasikan jalur migrasi resmi dan prosedural. Namun di sisi lain, sistem desa, desa-desa tertinggal, dan perangkatnya kerap tak cukup punya daya untuk benar-benar melindungi warganya dari bujuk rayu tekong dan janji palsu.


Ketika Desa Tak Lagi Aman: Bebadong Menggantikan Negara

Film ini, meskipun dibalut dalam genre horor komedi, menjadi kritik serius atas ketidakhadiran negara di titik-titik paling genting kehidupan rakyatnya. Dalam banyak adegan, warga desa justru bersandar pada belian, bukan kepala desa. Mereka percaya pada bebadong, bukan pada sistem perlindungan migran. Mereka antre pada sang nenek, bukan di Balai Latihan Kerja.


Bagi pendamping desa, ini menjadi alarm penting. Edukasi soal migrasi aman, pemberdayaan ekonomi lokal, dan penguatan sistem informasi harus lebih dari sekadar brosur. Harus hadir dalam kehidupan warga, terutama kalangan muda. Dalam film ini, karakter utama meyakini bahwa bebadong bisa menjaganya dari peluru polisi. Imajinasi seperti itu bukan fiksi semata—di lapangan, kami menjumpai narasi yang mirip dan kadang lebih ekstrem.


Film ini juga dengan satir menunjukkan praktik percaloan yang terjadi bahkan di tingkat lokal. Ada “komisi” untuk setiap orang yang berhasil diberangkatkan secara ilegal. Nenek belian dan tekong saling berbagi untung, sedangkan rakyat desa kehilangan nyawa atau masa depan.


Namun sayangnya, beberapa adegan dalam film ini kurang menggambarkan suasana masyarakat Sasak secara autentik. Misalnya, adegan ketika tamu disambut di ruang tamu lengkap dengan kursi dan meja. Padahal, masyarakat Sasak menengah ke bawah umumnya menerima tamu di berugaq (gazebo kayu khas Sasak) atau di teras rumah. Penggunaan kursi dan meja seperti dalam tradisi masyarakat Jawa membuat kesan lokalitasnya sedikit kabur.


Hal lain yang juga patut dikritisi adalah visualisasi tokoh belian atau dukun yang digambarkan seperti sosok Mak Lampir dalam film-film horor lama: bersuara serak, dengan aura menyeramkan. Penggambaran ini seperti mencoba meminjam simbol antagonis klasik dalam dunia horor populer Indonesia.


Entahlah apa maksud dari pendekatan ini—apakah untuk menegaskan bahwa belian adalah tokoh jahat yang harus ditakuti, atau hanya sekadar mengikuti selera visual horor masa lalu. Namun, pendekatan semacam ini tampak terlalu menyederhanakan peran belian dalam realitas sosial masyarakat lokal.


Dalam kenyataannya, sosok belian di tengah masyarakat Sasak tampil biasa saja. Mereka tidak menyeramkan secara fisik, namun memiliki daya pengaruh yang kuat karena tutur kata yang meyakinkan dan kedekatan sosialnya. Penggambaran menyeramkan seperti Mak Lampir justru mengaburkan kompleksitas budaya yang melekat pada figur belian itu sendiri.


Dari Layar ke Lapangan: Panggilan untuk Bertindak

Sebagai karya audiovisual, “Bebadong” berhasil mengangkat isu migrasi ilegal dan budaya mistik dengan cara yang segar, tidak menggurui, namun tetap kritis. Film ini bukan hanya untuk ditonton, tetapi juga untuk direnungkan dan dijadikan bahan diskusi—terutama bagi para pendamping desa, pengambil kebijakan, dan aktivis migrasi.


Film ini menyodorkan pertanyaan penting: mengapa masyarakat lebih percaya bebadong dibanding perlindungan formal? Mengapa desa tak mampu menahan laju warganya ke luar negeri secara ilegal? Dan yang paling penting, siapa yang sebenarnya kita bebani ketika sistem gagal melindungi?


Dari perspektif pendamping desa, “Bebadong” adalah pengingat akan pentingnya kehadiran negara dalam bentuk paling sederhana: mendengarkan, memfasilitasi, dan mengedukasi. Sistem yang tanggap, responsif, dan berbasis pada realitas desa bisa menjadi pelindung sejati—bukan bebadong, bukan belian, bukan juga tekong.


Film yang dipersembahkan oleh ADBMI Foundation ini layak ditonton oleh siapa pun yang peduli pada masa depan pekerja migran dan kehidupan desa. Di balik kelucuannya yang getir dan suasana horornya yang surealis, “Bebadong” menghadirkan potret jujur tentang apa yang terjadi ketika negara abai dan warga desa dipaksa bertahan dengan cara apa pun.

4 Kiper yang Wajib Didatangkan Chelsea di Musim Panas Ini

Klub Liga Primer Inggris Chelsea tampaknya sudah menuntaskan permasalahan lini serang mereka dengan mendatangkan Liam Delap dari Ipswich Town dan Joao Pedro dari Brighton & Hove Albion.


Kini, klub asal London Barat tersebut tengah berupaya untuk mencari kiper berpengalaman agar bisa menggantikan peranan dari Robert Sanchez yang hampir di sepanjang musim 2024-25 kemarin kerap melakukan blunder.


The Blues Chelsea memang memiliki banyak kiper dalam skuat mereka, selain Robert Sanchez, mereka juga masih memiliki Filip Jorgensen, Djordje Petrovic, Gabriel Slonina, dan Lucas Bergstorm.


Namun semuanya dinilai tak ada yang cocok dengan skema permainan dari pelatih Enzo Maresca yang diharapkan mampu menyerang dari lini paling belakang dan sosok kiper yang tegas yang bisa memberikan arahan kepada para pemain di depannya.


Juara Liga Konferensi Eropa ini pun sudah dikaitkan dengan sejumlah nama kiper berpengalaman yang diharapkan mampu didatangkan di jendela transfer musim panas ini.


Siapa sajakah mereka? Berikut ulasannya:


Marc-Andre ter Stegen


Kiper asal Jerman ini masih berstatus sebagai pemain Barcelona dan masih terikat kontrak hingga Juni 2028 mendatang.

Namun, Barcelona sudah tak menginginkannya lagi, bahkan mereka telah mendatangkan kiper baru, yakni Joan Garcia.

Marc-Andre ter Stegen pun dipersilakan untuk hengkang dan Chelsea tengah memantau perkembangan dari kiper berusia 33 tahun tersebut.

Meski telah termakan usia, namun pengalaman dan permainan dari Ter Stegen masih belum memudar dan tampaknya masih bisa membantu menjaga lini pertahanan Chelsea sekitar dua atau tiga tahun ke depan.


Emiliano Martinez


Jelang akhir musim 2024-25 kemarin, beredar kabar jika Emiliano Martinez ingin mencari klub baru dan bersedia untuk hengkang dari Aston Villa.

Sebelumnya juga, kiper asal Argentina ini dilaporkan bersedia untuk bergabung dengan Manchester United, setelah klub yang bermarkas di Old Trafford itu menyatakan ketertarikannya.

Sayangnya, Man United sama sekali tidak bergerak untuk melakukan penawaran sehingga situasi ini pun dimanfaatkan oleh Chelsea.

Melalui asisten pelatih yang juga mantan pemain Chelsea, yakni Willy Caballero, The Blues dikabarkan saat ini sedang mempersiapkan proposal penawaran.

Caballero sendiri berasal dari Argentina, sehingga diyakini bisa membujuk Emiliano Martinez ke Stamford Bridge.

Di sisi lain, Aston Villa juga sedang terancam mengalami krisis finansial sehingga mereka mau tak mau melepas sejumlah pemain berharganya, salah satunya adalah Emiliano Martinez.


Andriy Lunin


Kiper kedua milik Real Madrid ini masih masuk dalam radar pantauan Chelsea sejak musim lalu.

Namun, The Blues Chelsea tampaknya saat itu belum terlalu serius untuk mendatangkan kiper asal Ukraina tersebut lantaran masih ingin memercayakan Robert Sanchez.

Ditambah, musim lalu juga Andriy Lunin telah memperpanjang kontrak di Real Madrid sehingga membuat Chelsea tak punya lagi pilihan untuk mengurungkan memboyong Lunin.

Namun, setelah melihat performa mengecewakan dari Robert Sanchez, Chelsea kini harus bergerak dan Andriy Lunin pun kembali masuk dalam daftar mereka.


Diogo Costa


Masih dalam usia yang produktif, yakni 25 tahun lalu memiliki reflek yang bagus, mampu memenangkan duel udara, serta memiliki ketegasan dalam mengawal lini belakang membuat kiper asal Portugal ini juga pantas untuk didatangkan oleh Chelsea.

Sejatinya, Diogo Costa juga sempat menjadi incaran Chelsea pada musim 2023-24 lalu. Hanya saja, kala itu klub pemilik Diogo Costa, yakni FC Porto berhasil untuk mempertahankannya, sehingga Chelsea mendaratkan Robert Sanchez dari Brighton.


Dua musim telah berlalu, FC Porto kini tak punya pilihan jika memang Diogo Costa ingin hengkang. Mereka hanya bisa memberikan tarif yang tinggi untuk siapapun yang berminat kepada pemain berharganya tersebut, tak terkecuali Chelsea.

The Wild Robot Saat Robot Belajar menjadi Manusia

  Apa jadinya jika sebuah robot, ciptaan manusia yang dingin dan logis, justru mengajarkan kita cara menjadi manusia yang lebih hangat dan p...